-->

RESIKO HYGIENE KERUSAKAN MAKANAN

RESIKO HYGIENE (KERUSAKAN MAKANAN)

A. Resiko Hygiene
Resiko Hygiene adalah resiko ata u kemungkinan kejadian yang dapat timbul akibat tidak diterapkannya prosedur hygiene secara konsisten atau ketat. Resiko hygiene meliputi antara lain:

1. Aspek ekonomi antara lain:

  • Biaya yang harus dikeluarkan jika terjadi resiko hygiene.
  • Kehilanggan pelanggan setelah terjadinya resiko hygiene sehingga menurunkan atau menghilangkan pendapatan.
  • Kebangkrutan usaha karena hilangnya kepercayaan konsumen
  • Mempengaruhi usaha lain yang sejenis
2. Penyebaran penyakit antara lain:

  • Hepatitis
  • Cacingan
  • Disentri
  • Demam tipus
3. Kerusakan dan pembusukan makanan

4. Keracunan makanan, meliputi :

  • Keracunan makanan karena infeksi: yaitu keracunan makanan yang disebabkan bakteri dalam makanan yang cukup banyak dan masuk ke tubuh manusia, sehingga menginfeksi manusia.
  • Keracunan makanan karena intoksikasi: yaitu keracunan makanan yang disebabkan oleh racun yang dikeluarkan oleh bakteri dalam makanan.

B. Pengertian Kerusakan Makanan

Makanan merupakan senyawa organik alami, sehingga mudah dirusak oleh mikroorganisme atau rusak oleh sebab lain. Apa perbedaan antara makanan sehat dan makanan rusak?. Yang dikatakan makanan sehat adalah makanan yang memiliki kriteria berikut antara lain:
  1. Makanan yang layak untuk dimakan, karena memenuhi komposisi kebutuhan, dan diolah sesuai dengan prosedur pengolahan.
  2. Bebas dari benda-benda hidup atau jasad renik yang dapat menimbulkan penyakit.
  3. Bebas dari benda-benda yang dapat mengotori makanan atau menyebabkan cedera bagi yang mengkonsumsinya (seperti misalnya rambut, pecahan gelas, dan lain-lain.
  4. Bebas dari unsur kimia yang mencemari makanan, baik yang berasal dari bahan kimia di luar makanan maupun yang berasal dari bahan makanan tersebut.
Kebalikan dengan makanan sehat, makanan rusak diartikan sebagai:
  1. Makanan yang jika dikonsumsi oleh manusia akan menyebab kanpenyakit bagi yang mengkonsumsinya.
  2. Makanan yang mengandung mikroorganisme patogen dalam jumlah yang cukup untuk menyebabkan penyakit.
  3. Makanan yang telah mengalami penurunan kualitas dari standar mutu makanan yang ditentukan.
  4. Makanan yang telah mengalami penyimpangan fisik yang melewati batas standar mutu/batas normal, meliputi penyimpangan pada aspek warna, tekstur, citarasa (bau dan rasa), dan bentuk.
C. Jenis-jenis Kerusakan

Ditinjau dari penyebabnya, kerusakan makanan dapat dikelompokkan atas:

1. Kerusakan mikrobiologis
Kerusakan mikrobiologis adalah jenis kerusakan makanan yang disebabkan oleh pertumbuhan mikroorganisme, seperti bakteri, ragi, kapang. Kerusakan mikrobiologis dapat terjadi di awal kerusakan atau mengawali kerusakan; atau setelah terjadi kerusakan lain (menjadi kerusakan sekunder). Mikroorganisme akan merusak makanan melalui proses hdrolisis atau degradasi makro-molekul yang ada pada makanan menjadi mikro-molekul (terjadi kerusakan kimia). Akibat proses tersebut, makanan akan mengalami perubahan bau pada cita rasa makanan. Kerusakan mikroorganisme kadang dapat dilihat dengan mata dengan terbentuknya lendir, gas, pengeluaran cairan atau jamur pada makanan. Bahan makanan seperti roti, keju, sosis, buah, asam, sayuran lebih mudah dirusak oleh kapang dibandingkan oleh bakteri dan ragi.

2. Kerusakan kimia
Kerusakan kimia terjadi karena adanya reaksi kimia yang terjadi pada makanan misalnya pada lemak, karbohidrat dan protein, sehingga menimbulkan perubahan bau seperti tengik, bau asam atau bau busuk; atau terjadi reaksi browning pada bahan makanan.

3. Kerusakan fisik
Kerusakan fisik terjadi karena adanya perlakukan fisik seperti pengeringan, pembakaran, pendinginan dan pencahayaan.
Contoh kerusakan fisik:

  • Gosong akibat pembakaran dalam waktu lama dan suhu tinggi 
  • Pengerasan tekstur makanan “case hardening” akibat pengeringan 
  • Pelunakan tekstur makanan yang didinginkan “chilling injures” akibat disimpan di lemari pendingin
  • Pelunakan dan keluarnya cairan makanan beku saat diletakkan di ruang kamar yang dikenal dengan istilah “freezing injures”, akibat disimpan di lemari pembeku
4. Kerusakan mekanis
Kerusakan yang terjadi akibat benturan, gesekan, bantingan saat pengepakan dan pengangkutan makanan yang dilakukan kurang hati-hati, sehingga bahan makanan menjadi memar, retak, pecah, belah atau remuk. Kerusakan ini dapat menjadi awal terjadinya kerusakan lain misalnya kerusakan mikrobiologis atau kerusakan kimia.

5. Kerusakan fisiologis
Kerusakan fisiologis disebabkan oleh reaksi metabolisme bahan makanan atau enzym-enzym yang terdapat pada makanan sehingga terjadi proses autolisis. Proses fisiologis merupakan proses biokimia, sehingga kecepatan reaksinya dipengaruhi oleh faktor suhu. Ciri dari terjadinya kerusakan fisiologis adalah daging buah menjadi lunak atau terlalu empuk.

6. Kerusakan biologis
Kerusakan biologis adalah kerusakan yang disebabkan oleh organisme seperti tikus, serangga dan hama lainnya yang merusak bahan makanan. Jenis kerusakan ini dapat terlihat pada bahan makanan, dan biasanya akan diikuti oleh jenis kerusakan mikrobiologis.

Biasanya kerusakan bahan makanan tidak terjadi secara terpisah,artinya berbagai jenis kerusakan makanan dapat terjadi pada bahan makanan secara bersamaan, atau kerusakan jenis tertentu akan diikuti oleh jenis kerusakan lainnya. Sebagai contoh kerusakan fisiologis akan diikuti oleh kerusakan fisik dan mikroorganisme; atau kerusakan mekanik diikuti oleh kerusakan mikrobiologis, fisik dan seterusnya.

D. Tanda Kerusakan pada Beberapa Bahan Makanan

Beberapa tanda kerusakan beberapa makanan antara lain:
1. Kerusakan Daging ditandai oleh: 

  • Perubahan warna menjadi kehijauan 
  • Pembentukan lendir 
  • Akumulasi gas dan cairan asam 
  • Bau ammonia
2. Kerusakan Ikan ditandai oleh: 

  • Perubahan bau karena bahan volatile (mudah menguap) 
  • Pembentukan lender 
  • Perubahan warna dan bau
3. Kerusakan susu dan produk susu

  • Perubahan citarasa menjadi asam
  • Penggumpalan susu
  • Pembentukan busa
4. Kerusakan sayuran dan buah

  • Perubahan warna, tekstur dan bau
  • Terbentuk black rot, gray rot, pink rot, soft rot, stem-end rot (terlihat secara fisik)
5. Kerusakan minuman

  • Warna lebih pekat dan keruh
  • Perubahan bau , rasa
6. Makanan kaleng/kemasan

  • Kaleng menggembung/rusak
  • Terbentuk gas
  • Terbentuk warna kehitaman/kebiruan karena reaksi senyawa sulfur dengan besi dari kaleng
E. Pencegahan Kerusakan Makanan
Upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya kerusakan makanan pada dasarnya adalah mencegah terjadinya autolysis dan menghambat pertumbuhan bakteri. Cara yang dilakukan merupakan upaya pengawetan makanan antara lain: 

1. Pengurangan water activity (Aw) 
Bahan makanan mengandung 2 jenis air yaitu air terikat dan air bebas. Water activity adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan air bebas yang terkadung dalam makanan dan berada di luar sel. Air bebas ini biasa digunakan oleh mikroorganisme untuk tumbuh dan berkembang dalam makanan. Untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme maka kandungan air bebas dalam
bahan makanan harus dikurangi. Pengurangan air bebas pada bahan makanan dilakukan melalui 2 cara yaitu:

  • Pengeringan dilakukan dengan menggunakan panas/suhu dan control aliran udara. Suhu yang digunakan untuk pengeringan tidak boleh terlalu tinggi karena dapat menyebabkan “case hardening”.
  • Penambahan gula dan garam dapat mengurangi cairan yang terdapat pada bahan makanan, melalui proses osmosis. Gula dan garam dapat mengurangi aktifitas mikroorganisme karena mikroorganisme akan mengalami dehidrasi dan plasmolysis karena kandungan cairan bahan makanan kurang
2. Pengaturan pH (potensial hydrogen = derajat keasaman) 
Mikroorganisme mempunyai pH optimum untuk tumbuh dan perkembangbiakannya. Umumnya jamur lebih tahan terhadap kondisi asan dibandingkan bakteri dan ragi.

Pengaturan keasaman bahan makanan akan mencegah pertumubhan bakteri pembusuk dan penyebab keracunan makanan. Bakteri pembentuk asam laktat (Streptococcus lactis) dapat mencegah pertumbuhan bakteri lainnya misalnya Staphylococcus aureus pada saat pH mencapai 5,5. Pengaturan pH dilakukan dengan menurunkan nilai pH menjadi ≤ 6 sehingga rasa makanan lebih asam, seperti membuat acar, asinan dan lain-lain. Penggunaan asam cuka pada acar dapat mencegah pertumbuhan bakteri Clostridium perfringens bila pH mencapai 5,7.

Makanan kaleng yang mempunyai pH di bawah 4,5 seperti pada buah-buahan kaleng, dapat mencegah pertumbuhan bakteri pembentuk spora dan racun yang cukup berbahaya yaitu Clostridium botulinum. 

3. Pengaturan suhu 
Pengaturan suhu yang digunakan untuk mencegah perkembangbiakan mikroorganisme dapat dilakukan melalui pendinginan, pembekuan dan pemanasan. Pendinginan biasanya dilakukan untuk penyimpanan sementara karena bakteri masih dapat berkembangbiak walaupun waktunya lebih lama. Jika akan disimpan untuk waktu lama maka bahan makanan biasanya dibekukan atau dipanaskan.

Berbeda dengan pemanasan, pembekuan tidak dilakukan untuk mematikan mikroorganisme, hanya menghambat perkembangbiakannya. Cara pendinginan dan pembekuan dikenal dengan istilah control suhu, karena digunakan untuk mengendalikan perkembangbiakan mikroorganisme.

Prinsip kontrol suhu adalah menyimpan bahan makanan pada suhu yang aman, yaitu suhu di luar daerah yang dikenal dengan istilah zona berbahaya atau “danger zone”. Suhu yang aman untuk penyimpanan sementara bahan makanan adalah > dari 60 oC untuk makanan yang akan disajikan panas, dan suhu < dari 4 oC untuk bahan makanan yang akan disajikan dingin.

Pemanasan adalah cara yang dilakukan untuk mematikan mikroorganisme patogen, atau mematikan seluruh mikroorganisme termasuk yang menguntungkan dengan menggunakan suhu tinggi. Pemanasan dilakukan melalui 2 cara yaitu sterilisasi dan pasteurisasi.  Sterilisasi digunakan untuk mematikan seluruh bakteri dan sporanya yang terdapat pada makanan. Sterilisasi biasanya dilakukan pada suhu 121 oC selama 15 menit atau pada suhu 135 oC selama 1–3 detik.

Pasteurisasi merupakan pemanasan makanan yang bertujuan untuk mematikan mikroorganisme pathogen, tetapi mikroorganisme lainnya masih hidup.  Sterilisasi biasa dilakukan pada susu, untuk mematikan mikroorganisme penyebab penyakit tuberculosis (TBC). Suhu yang digunakan untuk pasteurisasi adalah 62 oC selama 30 menit atau 72oC selama 1 detik. Susu yang dipasteurisasi harus disimpan pada suhu rendah dan tidak tahan lama. 

4. Menghilangkan oksigen 
Umumnya mikroorganisme memerlukan oksigen untuk tumbuhnya, walaupun ada beberapa jenis bakteri tumbuh tanpa oksigen (anaerob). 
Untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme aerob, maka makanan dikemas dalam wadah yang telah dikeluarkan oksigennya (di vacuum). Namun demikian bakteri anaerob masih dapat tumbuh. 

5. Menggunakan substrat penghambat pertumbuhan mikroorganisme 
Beberapa mikroorganisme membutuhkan vitamin tertentu untuk tumbuhnya, misalnya bakteri pembentuk asam laktat yang butuh vitamin B kompleks untuk tumbuhnya. 
Untuk menghambat pertumbuhan bakteri tersebut, maka dalam makanan harus dikurangi atau dihilangkan vitamin B nya. 

6. Menggunakan inhibitor (bahan penghambat). 
Berdasarkan sumbernya, bahan inhibitor yang dapat digunakan antara lain: 

  • Inhibitor alami, yaitu yang berada dalam bahan makanan seperti minyak dalam bawang putih, lysozyme pada telur dan antimiroba pada coklat, kunyit dan jeruk. 
  • Inhibitor hasil aksi mikroba, misalnya bakteri asam laktat menghasilkan senyawa hidrigen peroksida yang menghambat pertumbuhan Clostridium botulinum 
  • Inhibitor buatan (additive), berupa bahan tambahan makanan (BTM), antara lain asam asetat, nitrat/nitrit, asam benzoate dan lain-lain, yang digunakan pada jumlah terbatas.

0 Response to "RESIKO HYGIENE KERUSAKAN MAKANAN"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel